Skip to main content

CERPEN TERBARU 2019 : MARAWA



Marawa bewarna hitam, kuning, merah itu baru saja dipasang di pagar halaman rumahku. Aku kemudian memeluk Mira, adikku yang masih SMA untuk mencoba berbagi kebahagiaan baersamanya.
“Ciye yang bakal jadi ratu sehari,” goda Mira.
Aku tersenyum, terlalu bahagia. “Biasa aja kali, Mir. Nanti kamu juga nyobain kok,” ujarku padanya.
“Iya kak,” sahut Mira.
Aku dan Mira pun masuk ke dalam rumah. Besok aku akan mengakhiri masa lajangku diusia 25 tahun. Aku dipinang oleh seorang pemuda yang aku cintai dan aku kenal dari proses taaruf yang panjang.
Nama pemuda itu adalah Aditya Putra, yang sering disapa Adit. Dia pemuda berumur 27 tahun dan bekerja disalah satu sekolah sebagai guru Fisika. Sedangkan aku bernama Elfia Rahma dan biasa dipanggil Elfi. Aku bekerja sebagai salah satu dokter di Rumah Sakit Umum di daerahku.
“Kak,” panggil Mira.
“Ya, Mira?” tanyaku.
“Nanti malam kan proses malam bainai-nya. Aku boleh memakai inai juga nggak?” tanya Mira.
“Wah tentu boleh. Biar kamu tambah cantik juga,” jawabku.
“Oh ya, hari ini kita bakal fitting baju pengantin. Kakak ingat kan?” tanya Mira lagi.
“Masih donk. Jam berapa?”
“Jam 3. Berarti sebentar lagi, kalau begitu ayo kita siap-siap,” jelas Mira sambil melenggang menuju kamarnya yang telah sukses ku buat acak-acakan dengan peralatan rumah tangga yang mengungsi di sana.
Aku menatap Mira yang telah menghilang di balik pintu kamar. Dia begitu baik dengan membantuku menyiapkan segala keperluan pernikahanku. Dia bela-belain bertanya dan memohon diskon pada Mama Firza, pemilik butik tempat kami memesan baju. Ia juga rela meninggalkan kegiatan OSIS-nya demi menemaniku memilih makanan catering.
“El... Jangan bengong. Kan kamu mau nikah,” seseorang yang ternyata adalah Kak Fia mengejutkanku dari belakang.
Namanya Fiana Maharani. Kakak perempuanku yang umurnya terpaut 3 tahun di atasku. Dia sudah menikah dan telah memiliki seorang putra kecil yang berusia 3 bulan.
“Eh, nggak kok kak...” kataku. “Kakak mau kemana?” tanyaku lagi.
“Mau ke rumah teman, ada perlu. Kamu mau kemana?” tanya Kak Fia.
“Mau fitting baju pengantin, Kak...”
“Oh ya. Lalu Mira mana?”
“Lagi di kamar, Kak. Ganti baju,” jawabku sambil mencium pipi Rizal, anak Kak Fia.
“Ya sudah... Hati-hati bawa Mira, ya. Jangan sampai kenapa-napa, dia pasti juga mau nikah beberapa tahun lagi,” gurau Kak Fia sebelum pergi.
“Hahaha.... Iya Kak. Pasti,” jawabku.
Tak lama setelah Kak Fia pergi, Mira datang dengan memakai gaun putih selutut yang cantik. Rambut hitam sepinggangnya dibiarkan tergerai dan ia memakai wedges pink yang menawan.
“Yuk, Kak...” ajak Mira sembari meraih kunci mobil di tas kecilnya. Aku mengangguk dan berjalan beriringan dengannya.
“Kali ini biar aku yang nyetir. Kakak santai-santai aja, kan bakal jadi ratu,” goda Mira lagi. Aku tersenyum padanya.
“Ah, kamu bisa aja Mira. Ntar kalau kamu nikah kakak ledekin baru tahu rasa, lho!” ancamku.
Mira tertawa hinga memperlihatkan gigi putihnya. Kemudian kami pun melaju menuju butik Mama Firza.
***
Hari yang ditunggu telah datang. Aku berdandan layaknya putri yang cantik. Tapi Mira juga tak mau kalah. Ia juga telah berdandan secantik mungkin agar juga bisa menjadi ratu sehari ini, paling tidak dihadapan Rahmat, pacarnya nanti. Pukul 10.00 WIB satu per satu tamu pun datang. Catering pun telah siap dengan segala makanan andalannya.
Adit juga telah tampan dengan baju pengantin yang warnanya serasi dengan gaun yang kupakai. Ah, aku makin mencintainya saja...
“El, lihat handphone-ku nggak?” tanya Adit padaku.
Aku menggeleng. “Sejak tadi malam aku nggak lihat kamu megang HP tuh,” jawabku jujur.
“Aduh.. Kayaknya masih ketinggalan di rumah ku deh. Agh padahal semua keluarga sudah di sini. Gimana cara ngambilnya ya?” ujarnya.
“Ya sudah. Aku minta tolong Mira saja untuk menjemputnya. Nggak ada orang di rumah ya?” tanyaku pada Adit.
Lelaki itu menggeleng. “Ya nggak apa-apa sih... Ini kunci rumahku,” jawab Adit sambil menyodorkan sebuah kunci. Aku pun melangkah keluar kamar rias.
5 menit kemudian Mira keluar rumah dengan mengendarai mobil menuju rumah Adit yang tak terlalu jauh.

Pukul 10.20 WIB
Sudah 15 menit berlalu. Tapi Mira belum juga kembali. Aku jadi khawatir dan tidak tenang. Rahmat juga telah datang ke rumahku dan menunggu dengan cemas. Tak lama setelah itu HP ku berbunyi tanda panggilan masuk. Dari Uda Haris, salah seorang tetanggaku.
“Assalamualaikum... Ada apa, Uda?” tanyaku.
“Waalaikumsalam...” napasnya di ujung sana nampak memburu.”El, kamu harus ke sini, di depan Musalla Darul Mukmin. Adikmu kecelakaan, dia meninggal,” kata Uda Haris.
Aku kaget bukan main. HP jatuh dari genggamanku dan aku pun terduduk di pelaminan. Semua keluarga yang ada di sana menunggu kata-kataku yang hilang dan berganti dengan air mata.
“Mira kecelakaan, dia meninggal...” kataku sambil berlinang air mata. Mama dan Adit serta seluruh keluarga termasuk Rahmat terpana. Kaget.
Orgen dihentikan dan marawa yang menjadi simbol kebahagiaan dan perhelatan di Minangkabau itu harus digantikan dengan kain hitam tanda duka cita. Aku segera menuju ke TKP. Di sana sudah banyak orang yang berkerumun.
Aku menangis melihat Mira. Baju yang baru pertama kali dipakainya itu sudah dipenuhi darah. Wajahnya yang telah cantik harus pilu dipenuhi darah yang mengalir dari pelipisnya. Rahmat pun menangis, dia sangat mencintai Mira seperti aku mencintai Mira pula.
Kemungkinan usai dari rumah Adit, Mira mengendarai mobil terlalu kencang karena ia mengetahui bahwa Rahmat telah datang. Namun di depan Musalla Darul Mukmin, dia melihat seorang anak sedang menyeberang. Mira pun segera putar setir dan menabrak pagar Musalla tersebut.
***
Mira terbujur kaku di ruang tengah rumahku. Tepat di depan pelaminan yang akan menjadi saksi bisu resepsi pernikahanku. Para tamu yang harusnya datang dengan senyum melihatku duduk memakai sunting bersama Adit di pelaminan, akhirnya harus datang untuk mengucap bela sungkawa.
Pukul 4 sore, usai shalat Ashar jenazah Mira diarak menuju liang lahat. Rahmat ikut dalam penyelenggaraan jenazah itu. Sebelum dikubur, Rahmat membuka tali pocong Mira. Melihat sekali lagi gadis cantik yang menjadi pacarnya itu. Wajah Mira tenang dan damai. Ada semburat senyum diwajah Mira. Itulah yang menguatkan Rahmat untuk melepas dan mengikhlaskan Mira pergi. Karena segala sesuatu yang hidup pasti akan merasakan mati dan kita tak pernah tahu kapan ajal akan menghampiri.
Innalillahi wainna ilaihi rojiun...

Comments

Popular posts from this blog

TIMUN MAS IN ENGLISH (Story Telling)

     Once upon a time, there was a widow who lived alone,Because there was no one on her side,she felt and dreamed of the presence of a child.In the small village.She say at heart”when I have a child,I tired of live alone”.. And she think for call BUTO IJO.             Widow  : It has been a long time I haven’t got a child, Last minnner is call buto ijo.                           (She clack his hand, and buto ijo is coming)             Buto ijo : ha..ha…ha…ha…. !! Why you called me ??             Widow              : I have one request to you it has been a long time I haven’t a child. Can   ...

TERMAKAN JANJI SENDIRI

Cerita rakyat dari Sumatera Barat Dahulu kala, di kampung Alai, di pesisir utara pantai Tiku. Ada seorang gadis bernama Puti Juilan. Ia sangat cantik namun tak ada yang berani mendekatinya karena ia adalah seorang cucu dari seorang bangsawan di negeri itu. Kakeknya seorang saudagar kaya pemilik puluhan perahu yang melayari seluruh pelabuhan di sepanjang pantai dari Natal di utara sungai sampai ke Indrapura di selatan. Pemuda yang tinggal dinegeri itu dan negeri sekitarnya kebanyakan menjadi nelayan atau anak perahu. Kalaupun banyak orang kaya atau putri turunan bangsawan yang patut-patut, semuanya telah beristri dan beranak-pinak. Hal ini menyebabkan Puti Juilan menjadi murung, lebih-lebih ketika seorang demi seorang gadis seusianya telah mendapat jodoh. Cemaslah hati kakeknya. Maka dari itu, diadakanlah pesta yang besar di gelanggang keramaian, tempat orang menghibur diri dan bercengkrama. Dikirimlah undangan kemana-mana agar orang-orang berdatangan. Sampai gelanggang ke...

JENIS TEATER TRADISIONAL NUSANTARA

1.       Teater Ketoprak Ketoprak adalah jenis teater yang lahir dan berkembang di Yogyakarta sekitar 1925-1927 dengan nama awal ‘ketoprak ongkek’ atau ‘ketoprak barangan’ yang hampir setingkat dengan ngamen. Alat musik pengiringnya terdiri atas kenong, gendang, terbang dan seruling. Teater ini biasanya disajikan dengan cara menari, berjoget disertai nyanyian dan melibatkan dialog-dialog bahasa Jawa sehari-hari.                              2.       Wayang Orang Wayang orang adalah cerita yang mengambil lakon dalam kisah pewayangan (wayang purwa/wayang kulit). Kisah yang diambil seputar kisah Ramayana dan Mahabharata. Biasanya wayang ini dipentaskan dengan pemeran orang dewasa dan disajikan dengan gerakan tari.             ...