Cerita rakyat dari Sumatera Barat
Dahulu
kala, di kampung Alai, di pesisir utara pantai Tiku. Ada seorang gadis bernama
Puti Juilan. Ia sangat cantik namun tak ada yang berani mendekatinya karena ia
adalah seorang cucu dari seorang bangsawan di negeri itu. Kakeknya seorang
saudagar kaya pemilik puluhan perahu yang melayari seluruh pelabuhan di
sepanjang pantai dari Natal di utara sungai sampai ke Indrapura di selatan.
Pemuda
yang tinggal dinegeri itu dan negeri sekitarnya kebanyakan menjadi nelayan atau
anak perahu. Kalaupun banyak orang kaya atau putri turunan bangsawan yang
patut-patut, semuanya telah beristri dan beranak-pinak.
Hal
ini menyebabkan Puti Juilan menjadi murung, lebih-lebih ketika seorang demi
seorang gadis seusianya telah mendapat jodoh. Cemaslah hati kakeknya. Maka dari
itu, diadakanlah pesta yang besar di gelanggang keramaian, tempat orang
menghibur diri dan bercengkrama. Dikirimlah undangan kemana-mana agar
orang-orang berdatangan.
Sampai
gelanggang keramaian ditutup setelah sebulan berlangsung, tak seorang pemuda
yang pantas menjadi jodoh Puti Juilan. Berkatalah ia pada ibunya, “Mande,
hampia stiok malam salamo galanggang dibuka, awak bermimpi didatangi seorang
uda. Sutan Rumandung namanya. Namun setiap ke gelanggang tak surang pun yang
sarupo dengan pemuda itu”
Dipanggillah
dukun sakti, dimintalah ia menggerakkan hati Sutan Rumandung agar datang ke
kampung Alai. Entah karena kesaktian dukun itu atau telah diatur oleh tali
nasib, beberapa hari kemudian terdamparlah sebuah perahu berlayar 7 yang patah
tiangnya karena diterpa badai. Salah seorang penumpangnya bernama Sutan
Rumandung. Serupa sekali parasnya dengan pemuda yang selalu mendatangi mimpi
Puti Juilan. Singkat cerita, keduanya pun dipertunangkan.
Setelah
bertunangan, Sutan Rumandung hendak berlayar kembali untuk mencari harta yang
cukup untuk menikahi Puti Juilan. Akan tetapi kakek Puti Juilan tidak setuju.
“Cucu
kami tak perlu hartamu. Harta kami cukup banyak untuk menjadikanmu orang kaya”
kata sang kakek.
“Maaf,
kakek. Saya ingin kaya dengan hasil usaha sendiri” jawab Sutan Rumandung.
“Awak
tak peduli Uda berhasil atau tidak dalam berusaha. Aku bersumpah akan setia
menanti berapa pun lamanya. Biar awak jadi siamang kalau awak melanggar sumpah”
kata Puti Juilan.
“Aku
pun bersumpah. Biar aku tenggelam bersama perahuku di laut kalau aku tak setia
padamu” balas Sutan Rumandung.
Bulan
demi bulan, waktu setahun telah pula lewat. Puti Juilan sudah resah. Kabar
berita dari tunangannya tak pernah tiba dan teman-teman seusianya telah menikah
semua.
Tepat
pada tahun ketiga, muncullah seorang pemuda yang sangat tampan. Melihat pakaian
dan jumlah pengiringnya, pasti dia itu bukan sembarang orang. Puti Juilan lupa
pada tunangannya saat pemuda tersebut melamarnya. Keduanya dinikahkan dengan
mengadakan pesta yang sangat meriah. Tibalah saatnya penghulu menanyai
keduanya, apakah mereka setuju untuk dinikahkan. Yang ditanyai pertama adalah yang
laki-laki.
“Wahai
anak muda, bersediakah engkau menikah dengan Puti juilan?” tanya sang penghulu.
“Aku
setuju” jawabnya.
Saat
Puti Julian ditanyai dengan pertanyaan yang serupa, pertanyaan penghulu dijawab
dengan memekik seperti orang dipantak kalajengking. Dia memekik sambil melompat
berdiri. Pada pertanyaan kedua, dia memekik lagi sambil melompat ke bubungan di
puncak atap rumah.
Suasana
menjadi kacau, ketika orang-orang melihat ke bubungan, tubuh Puti Juilan mulai
dibaluti bulu putih. Bentuk tubuh dan wajahnya kian lama kian menyerupai
siamang. Kemudian ketika matahari mulai condong ke barat, terdengarlah teriakan
berdengkung-dengkung. “Mbook... Mbook... Mboook”
Setiap
hari saat matahari telah condong ke barat siamang itu naik ke bubungan rumah
dan matanya terus melihat ke arah laut, kemudian terdengarlah suaranya yang
berdengkung-dengkung seperti memanggil Sutan Rumandung. Tapi yang dipanggil tak
pernah muncul.
Kian
lama suara siamang itu terdengar seperti suara gadis yang berputus asa. Sutan
Rumandung memang tak mungkin akan kembali, sebab perahu Sutan Rumandung pecah
diterpa badai. Lalu karam ditelan laut. Dia pun telah melanggar sumpahnya
karena menikah dengan seorang putri di negeri rantau.
Pada
suatu hari, orang-orang kampung melihat siamang putih itu telah mati dipangkal
pohon ketaping tempat ia bersarang. Kemudian membawanya ke kampung untuk
menguburkan Puti Juilan seperti menguburkan manusia.
***
uda bagian di blog uda dih
ReplyDeletebagian lah da.. mmm... ado artikel fiza yg judul ny jenis teater tradisional nusantara tu ndg kalua gmbar ny do da...baa cro ny tu ?
ReplyDelete